CONSAL XVII dan Stimulan Literasi Kita
CONSAL (Congress of Southeast Librarians) XVII atau Kongres Pustakawan Asia Tenggara Ke-17 Tahun 2018 dengan tema Next Generation Libraries: Collaborate and Connect yang diselenggarakan di Naypyidaw, Ibukota Myanmar pada tanggal 2-5 Mei 2018 lalu telah rampung digelar. CONSAL berdiri pada tahun 1970 di Singapura dan merupakan satu-satunya organisasi regional Perpustakaan, Sekolah / Pendidikan Perpustakaan, Asosiasi Perpustakaan, dan institusi terkait dari negara-negara ASEAN. CONSAL dilaksanakan setiap 3 tahun sekali secara bergiliran di negara-negara anggota yang terdiri dari Brunei, Kamboja, Laos, Thailand, Malaysia, Singapura, Myanmar, Filipina, Vietnam dan Indonesia.
Kongres Pustakawan Asia Tenggara ini merupakan sebuah forum bagi pustakawan dan ahli informasi untuk memperkuat jaringan, kemitraan, dan keterkaitan satu sama lain serta mempromosikan kerjasama, kolaborasi dan menyediakan platform untuk saling bertukar informasi dan pengalaman mengenai isu-isu di bidang kepustakawanan dan ilmu perpustakaan, informasi, dan dokumentasi, serta kegiatan terkait di wilayah masing-masing.
Sebagai leading force dalam pengembangan strategis dan kebermanfaatan bagi perpustakaan di ASEAN, CONSAL berperan untuk menyediakan akses informasi untuk masyarakat, melestarikan budaya dan warisan, memajukan inklusi digital melalui kemutahkiran teknologi.
Berangkat dari fakta pentingnya peran pustakawan dalam kacamata ASEAN guna penyebaran informasi, maka tak heran jika Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengeluarkan tagline “Pustakawan Bergerak” jauh sebelum CONSAL 2018 terselenggara.
Manunggal dalam Peningkatan Literasi Masyarakat
Dalam situs resmi CONSAL (2017), Dr. Thaw Kaung—Mantan Presiden Asosiasi Perpustakaan Myanmar—mengungkapkan perpustakaan berada dalam periode perubahan yang cepat dimana tidak ada negara atau perpustakaan yang dapat berdiri sendiri dalam penyebaran informasi dan pengetahuan. Perpustakaan Myanmar dan negara-negara Asia Tenggara lainnya perlu mendiskusikan aliansi strategis dan kemitraan serta kompetensi baru dan pelatihan untuk profesi perpustakaan dan informasi.
Dalam sambutannya di pembukaan CONSAL Aung San Suu Kyi—State Counsellor atau Penasehat Negara Myamar—mengatakan bahwa CONSAL bisa mengeliminasi setiap tantangan global yang dihadapi guna membantu pembentukan secara positif dan konstruktif apa yang disebut dengan Next Generation Libraries. Ia menambahkan melalui kongres ini, secara tidak langsung bisa turut mempromosikan literasi masyarakat. Karena membaca sangat fundamental dalam arti penting komunikasi, tidak hanya melalui budaya tapi juga sepanjang zaman, memberi akses ke masa lalu, sekarang dan masa depan, semua dalam waktu bersamaan.
Selanjutnya Christine Mackenzie (2018)—The International Federation of Library Associations and Institutions President atau Presiden IFLA—yang juga hadir pada CONSAL tersebut mengungkapkan Perpustakaan Umum sangat penting untuk pengembangan. Perpustakaan Sekolah juga sangat penting. Pustakawan sekolah bekerja keras untuk memastikan anak-anak dapat belajar tentang literasi dan belajar untuk mencintai kegiatan membaca. Chirstine Mackenzie juga mengatakan semua orang selalu dapat belajar dari orang lain tidak peduli siapapun dia.
Selain dua tokoh tersebut, CONSAL juga dihadiri oleh Wakil Presiden Myanmar Myint Swe, Mantan Presiden Myanmar Htin Kyaw, para Deputi, Duta Besar negara ASEAN, Kepala Perpustakaan dan Pustakawan se-Asia Tenggara serta para tamu undangan.
Salah satu tamu undangan yang hadir pada CONSAL ialah Rima Kupryte (2018)—Direktur Electronic Information for Libraries (EIFL)—yang megutarakan Perpustakaan Umum harus menjadi tempat yang bagus untuk belajar. Perpustakaan bukan hanya tentang buku dan membaca, namun lebih dari itu juga tentang peristiwa dan penerapan teknologi mutakhir, semua tergantung pada visi dan kreativitas.
Dari beberapa pendapat tokoh-tokoh di atas, hubungan Perpustakaan dan Pustakawan tidak dapat dipisahkan. Apalagi jika dikaitkan dengan peran masing-masing dalam upaya peningkatan literasi masyarakat.
Kualitas Pustakawan Indonesia
Pada event internasional tersebut utusan Indonesia berasal dari berbagai institusi maupun asosiasi pustakawan, antara lain Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII), Asosiasi Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam (APPTIS), Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI), Forum Perpustakaan Umum Indoensia (FPUI), dll.
Utusan Indonesia tak hanya menjadi tamu yang duduk manis di Myanmar. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dalam video yang diunggah dengan judul CONSAL 2018 Myanmar : Nastional Library of Indonesia, terlihat memamerkan berbagai literatur khas nusantara, tak ketinggalan juga batik, tokoh pewayangan, hingga demonstrasi teknologi yang sudah ada di PNRI pada sebuah stand pameran khusus di Myanmar International Convention Center (MICC II).
Yang lebih membanggakan, salah satu pustakawan Indonesia meraih prestasi di sana. Ahmad Syawqi berhasil mendapatkan CONSAL 2018 Outstanding Librarian Award Silver Prize Winners atau dengan kata lain Pustakawan Terbaik Ke-2 Se-ASEAN bersama dengan pustakawan asal Myanmar, Thailand dan Vietnam. Posisi pertama ditempati oleh Mila M. Ramos asal Filipina. Ketua Umum Ikatan Pustakawan Indonesia, Dedi Junaedi, yang juga turut hadir disana sangat berbahagia, “Luar biasa, sebab nominasi lain merupakan para ahli, senior bahkan mantan kepala perpustakaan nasional negeri mereka,”
Selain itu prestasi yang tak kalah menggembirakan juga didapat para pustakawan Indonesia lain yang turut serta ke Myanmar. Tulisan-tulisan karya ilmiah bertemakan “Next Generation Libraries: Collaborate and Connect” yang ditulis para pustakawan Indonesia diterima oleh CONSAL 2018 dan dipresentasikan pada kongres internasional tersebut. Salah satunya tulisan karya Aris Riyadi yang berjudul Newways Strategy in Saving Our Tangible Cultural Heritage: Case Study in National Library of Indonesia.
Keberhasilan para pustakawan Indonesia pada ajang internasional ini harus diapresiasi setinggi-tingginya. Mereka pahlawan baru Indonesia dalam perspektif yang lain selain dalam kejuaraan olahraga maupun olimpiade sains dan teknologi. Kita mesti bersyukur masih ada mereka yang peduli terhadap literasi dan pendidikan Indonesia. Jika para pustakawan kita sudah teruji kualitasnya dan perpustakaan kita sudah modern serta keluar dari masa sulitnya, maka kebangkitan literasi Indonesia tinggal menunggu waktu saja. Make Indonesia great again! Semoga!
Tulisan Asli di Jambi Independent 14 Mei 2018
Penulis: ADEY SUCUK ZAKARIA [Pustakawan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Jambi]