Forum Inlislite Jambi 2018 dan Berkah Diseminasi Informasi
Dewasa ini, bicara mengenai perpustakaan mau tidak mau harus juga menyinggung masalah otomasi perpustakaan. Otomasi perpustakaan, menurut Sulityo Basuki (2013), artinya penggunaan teknologi informasi (TI) di perpustakaan, di dalamnya peran TI lebih dominan daripada peran manusia. Pengelolaan perpustakaan yang masih dilakukan dengan cara konvensional sendiri kini dituntut menerapkan sistem otomasi agar bisa bersaing dalam kemajuan teknologi.
Dalam beberapa tahun terakhir, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) terus mengupayakan perkembangan otomasi perpustakaan terhadap perpustakaan-perpustakaan yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Hal ini bisa terlihat dari kebijakan-kebijakan yang telah dibuat, diantaranya ialah Surat Keputusan Kepala PNRI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Penetapan Inlis Enterprise dan Inlislite sebagai aplikasi resmi Perpustakaan Nasional serta Surat Kepala PNRI Nomor 602/1/HMP.02.00/I.2017 yang ditujukkan kepada Kepala Dinas Perpustakaan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia mengenai Himbauan Penggunaan Inlislite.
Inlislite sendiri merupakan sebuah perangkat lunak (software) aplikasi otomasi perpustakaan yang dibangun dan dikembangkan oleh PNRI dengan salah satu tujuannya ialah menghimpun data koleksi nasional. Sejalan dengan sambutan Kepala PNRI M. Syarif Bando (2018) pada Rakornas Perpustakaan Nasional Tahun 2018 bulan maret lalu yang mengatakan perpustakaan diharapkan bisa membangun sistem jaringan informasi sehingga tercipta pintu untuk mengakses seluruh koleksi khas daerah yang terdapat di perpustakaan daerah masing-masing.
Maka pengaplikasian otomasi perpustakaan dengan menggunakan inlislite merupakan hal yang sangat vital bagi keberlangsungan perpustakaan, tak hanya dari sisi teknologi informasi komunikasi (TIK) namun juga jika melihat perpustakaan dari kacamata lembaga pelayanan publik.
Pendekatan Perpustakaan dan TIK pada era milenial ini merupakan kombinasi ideal dalam menjawab serangan digitalisasi. Dan inlislite merupakan salah satu anak yang lahir dari perpaduan tersebut. Kemutakhiran inlislite selain berbasis web ialah menggunakan standar MARC (Machine Readable Cataloging) yakni standar data katalogisasi perpustakaan, berupa format katalog dimana, tulis Hasugian (2013), data bibliografi disimpan atau dimasukkan ke dalam tengara (tag) yang telah ditentukan. Oleh karenanya pengaplikasian inlislite pada perpustakaan semata-mata merupakan langkah awal menuju perpustakaan digital.
Selanjutnya, sebagai lembaga pelayanan publik, penerapan inlislite pada perpustakaan merupakan suatu upaya memanjakan pemustaka (pengguna perpustakaan) dalam hal temu-kembali informasi (Information Retrieval). Pemustaka diberi kemudahan dalam mencari literatur yang dibutuhkan dengan bentuk katalog daring (dalam jaringan) serta dalam peminjaman dan pengembalian. Sesuai dengan tujuan perpustakaan dalam UU No.43 Tahun 2017 pasal 4, “Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,”
Forum Inlislite Jambi dan Pengembangan Perpustakaan
Pembentukan Forum Inlislite Jambi 2018 pada awal Agustus lalu yang digagas oleh PNRI dengan melibatkan unsur pustakawan dan tenaga perpustakaan yang tersebar dari berbagai perpustakaan di provinsi Jambi merupakan hal yang patut didukung dan disyukuri. Pasalnya Jambi merupakan provinsi ketiga yang berkesempatan membentuk forum inlislite, setelah sebelumnya Aceh dan Jawa Timur pada tahun 2016 lalu.
Seperti yang diungkapkan Deputi Bidang Pembangunan Bahan Perpustakaan dan Jasa Informasi PNRI, Ofy Sofiana, ”Provinsi Jambi merupakan salah satu wilayah dimana program aplikasi inlislite telah banyak digunakan oleh dinas perpustakaan provinsi maupun kabupaten/kota,” artinya perpustakaan yang ada di provinsi Jambi sudah selangkah dan seiring dengan PNRI. “Inisiatif sosialisasi dan pelatihan yang dilakukan,” lanjutnya, “tentunya akan semakin memperluas penggunaan program aplikasi ini ke berbagai jenis perpustakaan lainnya”.
Dengan demikian keberadaan perpustakaan-perpustakaan di provinsi Jambi tidak bisa lagi dipandang sebelah mata, karena ternyata mempunyai potensi untuk menciptakan sebuah jaringan perpustakaan sehingga diseminasi informasi bagi masyarakat bisa berjalan secara maksimal.
Pengurus Forum Inslislite Jambi 2018 sendiri telah ditetapkan dengan Rahendra Sudrajat, Pustakawan Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Jambi sebagai Ketua Forum. Anggota dari Forum Inslislite Jambi 2018 sementara ini merupakan pustakawan atau tenaga perpustakaan yang berasal dari dinas perpustakaan kabupaten/kota se-provinsi Jambi, perpustakaan khusus, beberapa perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan sekolah menengah Kota Jambi.
Kedepannya diharapkan seluruh perpustakaan di provinsi Jambi, baik perpustakaan sekolah/madrasah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus yakni perpustakaan di lembaga pemerintah atau swasta, lembaga masyarakat, lembaga rumah ibadah atau organisasi lain, serta perpustakaan umum kecamatan, kelurahan/desa bisa menerapkan inlislite sebagai aplikasi otomasi perpustakaan dan bergabung dalam Forum Inslislite Jambi 2018, karena pembentukan Forum Inlislite Jambi Tahun 2018 merupakan berkah diseminasi informasi tak hanya untuk pengembangan perpustakaan namun juga bagi seluruh masyarakat Jambi.
Potensi Jambi dalam Diseminasi Informasi
Sejarah berdirinya Provinsi Jambi, menurut Giyarto (2008), tidak bisa dilepaskan dari dua kerajaan besar yang pernah berdiri yakni Kerajaan Melayu dan Kerajaan Jambi/Kesultanan Jambi. Pasca kemerdekaan, Kongres Pemuda Jambi secara politik berperan besar dalam terbentuknya UU No.61 tahun 1958. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa wilayah provinsi Jambi meliputi Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin, dan Kotapraja Jambi serta kecamatan-kecamatan Kerinci Hulu, Tengah, dan Hilir.
Pada tahun 1999 dilakukan pemekaran terhadap beberapa wilayah administratif di Provinsi Jambi melalui UU No.54 tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Selanjutnya melalui UU No.25 tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh. Sehingga sampai saat ini secara administratif Provinsi Jambi menjadi 9 Kabupaten yang terdiri dari Muaro Jambi, Batanghari, Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo, dan Kerinci serta 2 Kota yaitu Sungai Penuh dan Jambi.
Jumlah penduduk provinsi Jambi, berdasarkan data BPS (2017) sebanyak 3.458.926 jiwa. Sedangkan objek wisata di provinsi Jambi tercatat berjumlah 339 objek wisata. Wisata alamnya berjumlah 193 tempat wisata, wisata buatan sebanyak 119 titik dan wisata sejarah/budaya 133 tempat. Betapa melimpahnya potensi Jambi jika melihat dari data tersebut. Belum lagi, beberapa situs atau peninggalan sejarah yang semakin menegaskan kekayaan daerah Jambi seperti Situs Karang Berahi, Candi Muaro Jambi, bahkan Gunung Kerinci yang pernah dikunjungi Presiden RI Joko Widodo ketika muda dulu.
Kemudian jika menilik peran penting perpustakaan pada dunia pendidikan, keterikatannya dengan sekolah dan perguruan tinggi tak bisa dihindari. Jumlah sekolah di provinsi Jambi tercatat sebanyak 4.580 sekolah, yang terdiri dari 1.246 TK, 2.370 SD, 575 SLTP, dan 389 SMA/SMK. Sedangkan perguruan tinggi sebanyak 38 buah, baik universitas, sekolah tinggi, politeknik maupun akademi. Tak bisa dibayangkan berapa banyak koleksi khas daerah Jambi, baik karya intelektual individu maupun kelembagaan jika seluruh lembaga mendayagunakan inlislite pada perpustakaan masing-masing. Mungkin daerah Jambi bisa menjadi daerah deposit atau daerah rujukan, atau bahkan menjadi daerah percontohan bagi daerah lain sehingga diseminasi informasi bagi masyarakat di seluruh pelosok Jambi bisa benar-benar berjalan secara maksimal dan bermanfaat bagi kemajuan dan pembangunan provinsi Jambi. Semoga!
Tulisan Asli di Jambi Independent 01 September 2018
Penulis: ADEY SUCUK ZAKARIA [Pustakawan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Jambi]