Hari Keluarga Nasional: Momentum Asah Literacy Skills
Kemarin tepat tanggal 29 Juni 2018 diperingati sebagai Hari Keluarga Nasional (Harganas), sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Hari Keluarga Nasional yang berbunyi: Pertama, Menetapkan tanggal 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional; Kedua, Hari Keluarga Nasional bukan hari libur; Ketiga, Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Dalam situs Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2018), disebutkan bahwa sejarah harganas tidak lepas dari perjuangan melawan penjajahan Belanda. Pada 22 Juni 1949 Belanda menyerahkan kedaulatan bangsa Indonesia secara utuh. Seminggu kemudian, tepatnya 29 Juni 1949, para pejuang kembali kepada keluarganya. Inilah yang melandasi lahirnya Hari Keluarga Nasional.
Selanjutnya pada 1992 Presiden Republik Indonesia saat itu menetapkan tanggal 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional. Penetapan ini dilatarbelakangi pemberian penghargaan United Nation Population yang digagas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kepada rakyat Indonesia yang telah berjuang merebut dan mempertahankan kedaulatan NKRI dengan meninggalkan keluarganya.
Sehingga pada akhirnya harganas mendapat legalitas pada 15 September 2014 melalui Keputusan Presiden RI Nomor 39 Tahun 2014 seperti yang telah disebutkan di atas.
Sinergisitas Peningkatan Literasi
Pemerintah dalam hal ini BKKBN mengusung tema harganas tahun 2018 dengan “Cinta Keluarga, Cinta Terencana”. Dengan harapan mampu menjadi wahana menyukseskan program Nawacita pemerintahan Presiden Joko Widodo khususnya butir ke-5 yakni Membangun Manusia Berkualitas.
Hal tersebut sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2019 yang digagas oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yaitu dengan menempatkan Penguatan Literasi untuk Kesejahteraan sebagai Kegiatan Prioritas.
Bahkan dalam Pidato Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan yang diselenggarakan di Gedung Perpustakan Nasional Republik Indonesia pada akhir Maret lalu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mengatakan bahwa pemerintah sekarang sedang melakukan percepatan pembangunan. Salah satu prioritas program pemerintah yang akan diperkuat dan dipertajam adalah peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya ialah dengan meningkatkan literasi masyarakat. Di tengah rendahnya literasi masyarakat, perpustakaan harus mengambil peran yang tepat. Yakni selain menyediakan sumber-sumber informasi, perpustakaan juga harus memfasilitasi masyarakat dengan berbagai pelatihan keterampilan berbasis literasi sehingga pemberdayaan sosial-ekonomi masyarakat bisa dilakukan secara maksimal.
Selain itu nota kesepahaman (MoU) yang dibuat antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) tentang Kerjasama Pengembangan Perpustakaan Desa, semakin menambah daftar panjang lembaga dan program pemerintah yang menjadikan peningkatan literasi sebagai tema besar dalam menjawab tantangan dan permasalahan bangsa. Maka harganas merupakan momentum yang tepat untuk mengasah literasi keluarga guna membangun manusia yang berkualitas.
Dalam artikel penulis yang dimuat Jambi Independent tanggal 5 Februari 2018 yang berjudul, “Budaya Literasi dari Dalam Rumah” disebutkan bahwa mengkondisikan perpustakaan untuk keluarga merupakan salah satu solusi jitu untuk membudayakan kegiatan membaca di rumah. Di kala pesatnya persebaran berbagai macam informasi baik yang bagus untuk dikonsumsi maupun yang tidak: penyebaran kebencian, hoax, serta berita-berita yang tidak patut untuk diketahui keluarga. Keberadaan perpustakaan di rumah selain untuk menumbuhkan minat baca, bisa juga menjadi benteng serta kontrol asupan infromasi yang baik untuk keluarga.
Sehingga alangkah baiknya jika setiap rumah atau keluarga memiliki kesadaran akan pentingnya keberadaan perpustakaan di dalam rumah. Selain itu yang tak kalah pentingnya ialah, mempunyai kesadaran akan kecakapan literasi untuk keluarga, agar bersinergi dengan pemerintah yang sedang berupaya meningkatkan literasi masyarakat.
Peran Literasi Keluarga
Keluarga merupakan garda terdepan pemerintah. Menurut John J. Macionis dalam bukunya Sociology (2010),”According to the structural-functional approach, the family performs many vital tasks. For this reason, the family is often called ‘backbone of society’,” Dijelaskan bahwa berdasarkan pendekatan struktural fungsional, keluarga berperan dalam berbagai tugas vital. Oleh karena itu, keluarga seringkali disebut sebagai ‘tulang punggung masyarakat’.
Begitu pentingnya fungsi keluarga bagi kehidupan masyarakat madani sehingga dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2017 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga, terdapat 8 (delapan) fungsi keluarga, yakni: (a.) fungsi keagamaan; (b.) fungsi sosial budaya; (c.) fungsi cinta kasih; (d.) fungsi perlindungan; (e.) fungsi reproduksi; (f.) fungsi sosialisasi dan pendidikan; (g.) fungsi ekonomi; serta (h.) fungsi pembinaan lingkungan.
Dengan demikian perubahan besar bisa dimulai dari hal-hal sederhana di lingkungan keluarga jika delapan fungsi keluarga sudah diterapkan sesuai dengan harapan. Contoh yang paling sederhana, misalnya tidak membuang sampah di sembarang tempat, atau mematuhi rambu dan peraturan lalu lintas serta perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan ketertiban umum lain. Semuanya berpengaruh terhadap keberlangsungan kedelapan fungsi keluarga tersebut.
Masih lekat dalam ingatan kita beberapa waktu lalu teror di Surabaya ternyata dilakukan oleh sebuah keluarga. Hal tersebut dan hal-hal destruktif atau vandalisme lain yang telah disebutkan sebelumnya, tidak mungkin terjadi jika literasi dalam keluarga selalu diasah. Karena ketidakcakapan dalam literasi bisa menyebabkan kesalahpahaman dan kemudaratan. Dalam agama Islam dikenal dengan istilah tabayyun atau pengertian yang lebih mendalam adalah melakukan penelitian.
Sehubungan dengan itu, literasi sendiri kini jamak diartikan sebagai kemampuan mengolah dan memahami informasi yang tak hanya berdasarkan literatur semata namun juga pada simbol-simbol visual. Sehingga literasi lebih dari sekadar membaca huruf tapi juga membaca dunia.
Maka pada momentum harganas kali ini marilah sama-sama berharap, dan menjadikan hari ini sebagai titik balik bagi keluarga kita, keluarga Indonesia, dalam meningkatkan literasi para anggota keluarga. Seperti apa yang pernah diungkapkan Mahatma Gandhi bahwa jika ingin dunia berubah, maka jadilah perubahan itu sendiri. Hal tersebut bisa dimulai dari diri sendiri dan dari kebiasaan di dalam keluarga. Semoga!
Tulisan Asli di Jambi Independent 30 Juni 2018
Penulis: ADEY SUCUK ZAKARIA [Pustakawan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Jambi]