Merangkai Kebangkitan Profesi Pustakawan (Catatan Kaki 29 Tahun Hari Pustakawan Indonesia)
Hari ini tepat 29 tahun sudah diperingati sebagai Hari Pustakawan Indonesia. Namun sampai saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui apa itu pustakawan, selain konsep jamak pustakawan adalah seorang yang diidentifikasi sebagai penjaga perpustakaan yang usang dan penuh debu.
Sejatinya definisi pustakawan telah banyak mengalami perkembangan, dimulai dari definsi secara etimologi, terminologi sampai dengan filosofis. Khusus yang disebut terakhir, bahkan telah ada yang melakukan pengkajian mengenai pustakawan dilihat dari kacamata filsafat seperti yang dilakukan Gary P. Radford dan John M. Budd (1997) dalam Jurnal The Library Quarterly: Information, Community, Policy yang diterbitkan The University of Chicago Press.
Bagaimanapun pendekatan kita bicara soal pustakawan tentu tak bisa dilepaskan dari esksitensi perpustakaan. Sejarah perpustakaan di Indonesia menurut Muljani A. Nurhadi (1983), dalam bukunya berjudul Sejarah Perpustakaan dan Perkembangannya di Indonesia, telah dimulai sejak zaman Majapahit. Perkembangan perpustakaan pada saat itu ditandai dengan dibinanya Perpustakaan Kerajaan yang lebih bersifat agamis dan feodalistis.
Masuk pada zaman penjajahan Belanda didirikanlah Bataviaasch Genotschap Van en Wetenschappen merupakan perpustakaan tertua yang didirikan pada zaman ini, tepatnya pada tanggal 24 April 1778 di Jakarta. Keberadaan perpustakaan ini merupakan salah satu upaya Belanda memperkuat penjajahannya di Indonesia.
Selanjutnya perkembangan perpustakaan di Indonesia surut pada zaman penjajahan Jepang. Buku-buku perpustakaan peninggalan pemerintah Hindia-Belanda dibekukan. Hingga pada akhirnya perpustakaan di Indonesia bangkit kembali beberapa tahun sesudah kemerdekaan.
Pada zaman orde baru perkembangan perpustakaan telah menjadi salah satu bagian pengembangan yang digariskan dalam REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Artinya, sudah sejak lama perpustakaan diperhatikan dan dianggap penting oleh Pemerintah.
Saat ini perpustakaan di Indonesia telah berkembang dengan pesat. Dari Perpustakaan Nasional sampai Perpustakaan Desa / Kelurahan tersebar di pelosok tanah air. Bahkan gedung Perpustakaan Nasional yang berdiri megah di selatan Monas digadang-gadang merupakan simbol peradaban bangsa Indonesia. Lantas bagaimana dengan pustakawannya?
Lika-liku Profesi Pustakawan Indonesia
Dalam UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan disebutkan bahwa Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
Artinya secara sederhana ada dua metode seseorang untuk dapat dikatakan sebagai pustakawan yaitu dengan pendidikan formal dan pendidikan non-formal seperti pendidikan dan pelatihan (diklat).
Berdasarkan Direktori Hasil Akreditasi Program Studi, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), terdapat 34 perguruan tinggi yang menyediakan pendidikan formal kepustakawanan berwujud program studi ilmu perpustakaan dari berbagai jenjang pendidikan. Akan tetapi jumlah perguruan tinggi di Indonesia dari data PDDIKTI (2019) ialah sebanyak 4.709 unit perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Dapat diartikan bahwa tidak sampai 1% pendidikan formal pada perguruan tinggi di Indonesia untuk dapat melakhirkan profesional pustakawan.
Kemudian jika merujuk Statistik Pustakawan Juni 2019, Pusat Pengembangan Pustakawan PNRI jumlah pustakawan di Indonesia berjumlah 3.360 orang pustakawan. Dengan catatatan, pertama, tidak seluruhnya berasal dari pendidikan formal ilmu perpustakaan, melainkan ada sebagian dengan jalur pendidikan non-formal karena syarat utama dalam kelas ini ialah status Pegawai Negeri Sipil. Namun fakta di lapangan banyak PNS dengan latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan atau yang telah mengikuti pendidikan non-formal kepustakawanan justru enggan untuk menjadi pustakawan. Alasan yang mengemuka, dimulai dari rumitnya mencari angka kredit karena berkorelasi langsung dengan kenaikan pangkat/jabatan hingga tunjangan yang tidak sebanding dengan setumpuk pekerjaan, khususnya di daerah yang minim PAD.
Kedua, tidak terdatanya pustakawan yang tersebar di lembaga swasta pada data yang ditampilkan oleh Perpustakaan Nasional di atas. Artinya, jumlah pustakawan di Indonesia jauh lebih banyak. Meskipun tidak sedikit jumlah lulusan prodi ilmu perpustakaan yang keluar jalur dari disiplin ilmunya pada dunia kerja. Misalnya sebagai konsultan pajak, kontraktor, jurnalis serta profesi lain. Apalagi masalah yang dihadapi pustakawan di lembaga swasta, bisa dibilang lebih rumit dari pustakawan lembaga pemerintah. Sebabnya, pustakawan serta perpustakaan di lembaga swasta kerap “dianaktirikan” oleh pemerintah. Karena memang untuk mengakomodir seluruh pustakawan dan perpustakaan di lembaga pemerintahan sendiri saja cukup sulit.
Sehingga bisa disimpulkan selain jumlah lembaga pendidikan pencetak pustakawan yang minim. Problematika pustakawan di Indonesia selanjutnya ialah lapangan kerja serta kesejahteraan untuk pustakawan itu sendiri.
Pustakawan Berkarya
Pada tahun 2019 ini Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mencanangkan tagline “Pustakawan Berkarya”. Implementasi tagline tersebut dituangkan dalam Pancakarya Pustakawan yaitu, pertama, melakukan perubahan. Kedua, memberikan kemudahan akses informasi. Ketiga, mengedukasi masyarakat dalam pemanfaatan layanan perpustakaan dan informasi. Keempat, berperan aktif dalam meningkatkan literasi untuk kesejahteraan. Kelima, mengadvokasi masyarakat dalam pengembangan perpustakaan.
Artinya seluruh pustakawan di Indonesia harus bekerja lebih keras untuk mengakomodasi kebutuhan informasi seluruh masyarakat Indonesia. Menurut Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 yang disusun oleh Bappenas, BPS dan UNFPA, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 271 juta jiwa.
Sedangkan unit kerja pustakawan yaitu perpustakaan, menurut Data Statistik Perpustakaan dari Pendataan Perpustakaan Berbasis Wilayah PNRI berjumlah 93.875 unit perpustakaan. Dengan rincian 87.608 unit perpustakaan umum, 1.620 unit perpustakaan sekolah, 3.219 unit perpustakaan perguruan tinggi dan 1.428 unit perpustakaan khusus.
Jika mengacu pada jumlah perbandingan masyarakat, perpustakaan, dan pustakawan sesuai dengan Peraturan Kepala PNRI tentang Standar Nasional Perpustakaan, maka yang didapat hanyalah angka-angka penegas kurangnya jumlah pustakawan dan perpustakaan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Akan tetapi kualitas pustakawan Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebagai contoh sudah banyak pustakawan di Indonesia yang berprestasi di kancah internasional dengan meraih penghargaan, menjadi keynote speaker dalam ajang kepustakawanan internasional, sampai dengan karya tulis ilmiah pustakawan yang masuk ke dalam jurnal internasional.
Upaya Perpustakaan Nasional dalam mengapresiasi jerih payah pustakawan dengan rutin menyelenggarakan Pemilihan Pustakawan Bersprestasi di Indonesia pun semestinya juga harus didukung penuh oleh stakeholder baik di tingkat Kota/Kabupaten maupun Provinsi. Hal tersebut selain sebagai pemicu bagi para pustakawan agar terus meningkatkan kualitas serta selalu berinovasi, tapi bisa juga menjadi sebuah harapan agar gaung eksistensi pustakawan di Indonesia bisa diketahui oleh seluruh masyarakat.
Siapa tahu dengan pustakawan menyatakan cita-citanya (berkarya) saat ini, dimasa yang akan datang anak-anak Indonesia bercita-cita untuk menjadi pustakawan. Make Librarians Great (Again?)! Semoga!
Tulisan Asli di Jambi Independent 07 Juli 2019
Penulis: ADEY SUCUK ZAKARIA [Pustakawan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Jambi]